Jakarta – Setelah sempat dilarang dan memicu polemik nasional, TikTok Shop resmi kembali beroperasi di Indonesia. Platform belanja berbasis live streaming ini kini menggandeng Tokopedia sebagai mitra strategis. Banyak yang bersorak, tapi lebih banyak lagi yang bertanya:
Apakah ini kemenangan rakyat, atau kemenangan para raksasa digital?
Kembalinya TikTok Shop: Strategi Cerdik di Balik Larangan
TikTok Shop sebelumnya dilarang pemerintah Indonesia karena dianggap merusak ekosistem UMKM dan perdagangan konvensional. Namun kini, dengan strategi merger bersama Tokopedia (milik GoTo), TikTok kembali menguasai pasar—dengan cara yang lebih “legal”.
Alih-alih menyerah, mereka memilih beradaptasi. Tapi pertanyaannya:
Apakah ini bentuk kolaborasi sehat atau sekadar siasat korporasi untuk tetap mendominasi?
UMKM Lokal: Diuntungkan atau Justru Dimanfaatkan?
Narasi yang dibangun TikTok adalah “memberdayakan UMKM.” Tapi apakah itu benar?
Beberapa pelaku usaha mengaku omzet mereka naik lewat TikTok Shop, namun tak sedikit yang terjerat sistem:
-
Diskon besar-besaran justru membuat margin keuntungan tipis
-
Ketergantungan pada algoritma TikTok membuat seller kecil sulit bersaing
-
Komisi dan biaya iklan meningkat seiring waktu
“Awalnya kami merasa terbantu. Tapi makin ke sini, kami seperti bekerja untuk algoritma, bukan untuk pelanggan,” ujar seorang penjual hijab dari Bandung.
Pedagang Tradisional Menjerit: Pembeli Pindah ke Ponsel
Sementara para pemilik toko di pasar-pasar tradisional mulai panik. Sejak TikTok Shop hadir, pengunjung makin sepi. Barang-barang dijual jauh lebih murah secara online, tanpa bisa ditandingi oleh pedagang konvensional.
“Kami tak bisa bersaing dengan harga dan promosi mereka. Mau jualan ke siapa lagi?” keluh Ibu Siti, pedagang sembako di Pasar Klender.
Apakah negara sedang menyaksikan matinya ekonomi lokal demi berkembangnya ekonomi digital?
Raksasa Digital Semakin Besar: Apakah Regulasi Hanya Formalitas?
Dengan merger ini, TikTok tidak hanya kembali ke pasar, tapi kembali dengan kekuatan yang lebih besar. Menguasai distribusi, platform, data, dan promosi dalam satu ekosistem—sebuah kekuatan yang bahkan belum bisa dikendalikan penuh oleh negara.
Regulasi pemerintah yang dulu tampak tegas kini dipertanyakan:
-
Apakah ini bukti lemahnya perlindungan terhadap UMKM?
-
Apakah negara tunduk pada tekanan modal asing?
-
Apakah kepentingan rakyat masih jadi prioritas?
Dimana Posisi Rakyat?
Sebagai konsumen, masyarakat diuntungkan karena bisa membeli produk murah dan cepat. Tapi sebagai pelaku usaha kecil, banyak yang terpinggirkan.
Kita harus sadar: kenyamanan sesaat bisa berujung pada ketergantungan permanen.
Jika kita tak hati-hati, kita akan kehilangan kemandirian ekonomi hanya demi diskon flash sale.
Ekonomi Digital Harusnya Adil, Bukan Sekadar Viral
Kita tidak anti teknologi. Kita tidak anti TikTok. Tapi kita harus mengawal keadilan ekonomi.
Ekosistem digital harus memberi ruang untuk semua, bukan hanya untuk mereka yang punya modal, jaringan, dan akses data besar.
TikTok Shop boleh kembali, tapi jangan biarkan rakyat hanya jadi penonton.